Köhlerboom | PART-3 | the end |
actnearn·@ayijufridar·
0.000 HBDKöhlerboom | PART-3 | the end |
https://3.bp.blogspot.com/-nSNeKDhqmHo/VlHIF0JBTUI/AAAAAAAACHM/khFwuQsMsiM/s1600/Kohlerboom.jpg [](https://3.bp.blogspot.com/-nSNeKDhqmHo/VlHIF0JBTUI/AAAAAAAACHM/khFwuQsMsiM/s1600/Kohlerboom.jpg) *** Ketika rencana perluasan areal Masjid Baiturrahman dilakukan, tidak ada yang menduga Köhlerboom akan mendekati ajalnya. Warga berpikir pohon itu akan tetap dipertahankan, meski di sekitarnya akan dibangun payung-payung mentereng seharga Rp11 miliar per unit yang bisa dibuka dan ditutup secara elektrik sesuai kebutuhan seperti di Masjid Nabawi. Sebatang pohon kepuh yang rindang dengan cabang bertingkat-tingkat, tentunya akan terlihat indah dan unik di tengah naungan 11 payung berwarna putih dengan garis tepi warna emas dan hitam. Dari puncak menara masjid atau lantai atas pertokoan di sekitarnya, deretan payung elektrik dan sebatang pohon kepuh akan terlihat seperti perpaduan sebuah peradaban berteknologi tinggi dengan alam yang tetap lestari. Peradaban yang membumi, begitu Raja ingin memberi istilah. Tiba-tiba saja ia menjadi seperti Sofie yang menemukan banyak istilah. Raja sudah menjalin kontak lewat surat elektronik dengan gadis itu ketika sejarah kematian Köhler mulai akrab dengan dirinya, atau dialah yang mengakrabi diri dengan sejarah yang terjadi 120 tahun sebelum kelahirannya. Dia mendapatkan kontak Sofie dari penjaga makam Kerkhoff dan seorang dosen yang sejarah yang intens berkomunikasi dengan keturunan Köhler di Belanda. Mereka tidak langsung terhubung karena Raja harus menunggu jawaban dari Belanda. Dimulai dari percakapan tentang sejarah melalui surat elektronik, kemudian ia bertambah akrab dengan Sofie meski mereka baru berjumpa delapan bulan setelah saling berkomunikasi dengan surat dan kemudian berlanjut dengan berbagai media sosial, termasuk melalui Skype yang membuat Raja langsung bisa mengenali Sofie ketika menjemput gadis berambut pirang itu di Bandara Sultan Iskandar Muda. Sofie mengatur perjalanan yang boleh dibilang mendadak setelah mendapatkan informasi pohon Köhler akan ditebang untuk perluasan halaman masjid. Boleh dibilang mendadak boleh juga tidak sebab Sofie—seperti pengakuannya—sudah lama ingin berkunjung ke makam kakek moyangnya bersama keluarga. Namun, nasib Köhlerboom memang membuat perjalanan Sofie lebih cepat dari rencana semula. Raja sempat berpikir untuk menggelar demonstrasi bersama kawan-kawan mahasiswa dan pegiat LSM lingkungan ketika mengetahui Köhlerboom tidak ada dalam maket perluasan halaman masjid yang disiapkan pemerintah daerah. Dalam rapat dengan aktivis mahasiswa, rencana demonstrasi dicoret dari strategi aksi mereka karena dinilai bisa bias kemana-mana ketika sekelompok mahasiswa demonstrasi di masjid. Aksi itu tetap akan dilakukan, tetapi di Kantor Gubernur. Dia sempat menceritakan keputusan tersebut dan berbagai tindakan yang sudah dilakukan bersama mahasiswa kepada Sofie. Gadis itu menyetujui keputusannya dan menganggap Raja lebih memahami peta persoalan dibanding dirinya. Tujuan mereka sama, ingin Köhlerboom tetap tegak berdiri. Memang _Köhlerboom_ yang sekarang penuh kotoran debu di samping kerja buldoser sudah merubuhkan pohon-pohon kurma, bukanlah Köhlerboom sama yang ditanam 142 tahun silam. Umur pohon kepuh tidak sampai seratus tahun di tengah berbagai perubahan cuaca dan bencana yang datang. Pohon itu sudah berganti, tetapi tetap dengan jenis sama dan tumbuh di tempat sama. Pohon sudah berganti, tetapi sejarahnya kematian Köhler tetap abadi di bawah pohon itu. Apalagi sejak 14 Agustus 1988 atau lima tahun sebelum kelahiran Raja, sebuah prasasti dibangun di bawah pohon yang menjelaskan di bawah pohon ini Mayor Jenderal J.H.R. Köhler tewas ketika memimpin penyerangan terhadap Masjid Raya Baiturrahman. Prasasti itu ditandatangani gubernur pada masa itu. Dan sekarang, prasasti yang sering bersanding dengan para pengunjung ketika berfoto di bawah Köhlerboom, juga terancam musnah. *** https://cdn2.tstatic.net/aceh/foto/bank/images/masjid-raya-baiturrahman-usai-diresmikan_20170514_081736.jpg [](https://cdn2.tstatic.net/aceh/foto/bank/images/masjid-raya-baiturrahman-usai-diresmikan_20170514_081736.jpg) *** Dua hari setelah percakapan mereka di sebuah kafe, Raja menelepon Sofie dengan panik. Dan dia menjadi lebih panik lagi karena telepon Sofie tidak aktif. Setelah mencoba beberapa kali dalam durasi waktu yang lama, akhirnya ia mengirim pesan kepada Sofie. Mulanya ia ingin menjumpai Sofie di hotel tempatnya menginap, tetapi karena harus membuktikan dulu informasi yang diterimanya, rencana itu tertunda. Kemudian ia berjumpa dengan kawan aktivis mahasiswa di kampus. Sepanjang itulah ia menelepon Sofie dan telepon sulelar gadis itu tetap tidak aktif. Akhirnya, tanpa mengikuti perkuliahan terakhir, Raja duduk menunggu Sofie di kafe biasa mereka nongkrong dua hari terakhir. Sepanjang penantian itu pun ia kembali menghubungi Sofie dan tetap tidak aktif. Raja kemudian menghubungi beberapa pegiat LSM lingkungan. Es sanger yang sudah berembun dalam gelasnya hingga mengalir di meja, sama sekali belum disentuh. Padahal tadi ia sengaja memesan sanger dengan es untuk meredam suasana hatinya yang sedang panas melebihi cuaca di luar. Dia agak kecewa dengan pegiat LSM yang tidak maksimal memperjuangkan keselamatan Köhlerboom. Sebagian mereka hanya kuat dalam wacana, tapi lemah implementasi. Barangkali perhatian mereka sedang tercurah pada program lain yang sudah disepakati dengan lembaga donor. Namun, di tengah kesibukan itu seharusnya juga bisa membagi perhatian untuk sebatang kepuh yang menyimpan sejarah. Raja menenggak sanger terburu dan ketika meletakkan gelas ia melihat sosok Sofie sudah tegak di hadapannya. Gadis itu mengenakan penutup kepala warna biru muda meski sebenarnya tidak ada larangan ia memperlihatkan keindahan rambut pirang panjangnya yang mengagumkan. Namun, Sofie ingin terlihat seperti kebanyakan gadis di sini dan itu membuatnya semakin mengagumkan di mata Raja dan Raja yakin semua lelaki yang ada di kafe ini berpendapat sama. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat membahas keindahan rambut panjang Sofie. Saat ini adalah waktu untuk membahas _Köhlerboom._ “Maaf, sanger membuatku tidak bisa tidur semalaman. Tadi sepulang dari Kerkhoff, aku tertidur sampai sore,” Sofie memilih tempat duduk di depan Raja. Mereka saling bertatapan. “Aku sudah bicara dengan orang Kedutaan. Kebetulan ia kenal baik dengan Pak Gubernur. Dia berjanji akan membahasnya ketika sudah terhubung dengan Pak Gubernur.” Raja yang tadi panik dengan situasi, kini menjadi lebih tenang dan pasrah, apalagi setelah pembicaraan dengan beberapa pemerhati lingkungan yang tidak memperlihatkan sikap militan. Dia mempersilakan Sofie memesan minum. Anehnya, meski mengaku tidak bisa tidur semalaman, gadis itu kembali memesan sanger. “Nanti tidak bisa tidur lagi.” “Itu harga yang pantas untuk kenikmatan sanger. Aku harus minum sanger sepuasnya sebelum kembali ke Amsterdam.” Raja terdiam memerhatikan Sofie mengucapkan terima kasih kepada pelayan sambil mengembalikan daftar menu tanpa membukanya. Dia hanya memesan sanger saja dan itu tidak perlu menu. “Kenapa? Sepertinya kamu tidak bersemangat? Padahal aku sudah membawa kabar gembira tadi,” ucap Sofie ketika melihat wajah kusut Raja. “Kamu belum membaca pesanku?” Sofie menggeleng. _“Köhlerboom_ sudah tumbang siang tadi. Sepertinya mereka mengabaikan suara-suara keberatan dari warga. Mereka tidak menganggap pohon itu penting, prasasti di bawahnya juga tidak ada nilainya.” Seperti mendengar berita kegagalan besar dalam hidupnya, Sofie yang biasanya ceria langsung terdiam. Perjalanan panjang dari Amsterdam berakhir dengan berita duka. Sebuah titik yang menandai kematian kakek moyangnya akhirnya tumbang setelah tegak berdiri selama 142 tahun, tujuh bulan, dan lima hari. Akhirnya titik itu menjadi samar ditutupi lantai marmer dan payung elektrik di atasnya. Padahal untuk mempertahankan Köhlerboom mereka hanya perlu mengosongkan tanah berdiameter 1,5 meter dan pohon itu turut memberikan keteduhan tanpa biaya mahal, tanpa perlu biaya perawatan sebab alam yang melakukannya. Sofie mengembuskan napas panjang. Dia tidak bisa berkata apa pun lagi. Tidak juga bisa menemukan istilah yang tepat untuk menggambarkan perasaannya saat ini. “Kamu kecewa?” tatap Raja. “Tentu saja. Kamu pun begitu. Kita gagal sebelum sempat berjuang. Kita gagal ketika baru memulai langkah pertama.” “Mungkin Tuhan tidak ingin membuat kita kecewa lebih dalam setelah lelah berjuang. Itu salah satu hikmahnya.” Sofie tidak berkata apa-apa lagi. Matanya menerawang melewati puncak deretan pertokoan di seberang jalan. Barangkali dua kalimat terakhir Raja tidak masuk ke telinganya. “Sofie,” Raja memanggil dengan suara agak keras karena merasa gadis itu seperti sedang berada dalam dunia lain. Panggilan tersebut tidak membuat Sofie terkejut, tapi cukup untuk membuat gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah Raja. “Aku sudah bicara dengan beberapa kawan mahasiswa dan pegiat LSM tadi. Kami akan menanam pohon kepuh di kompleks Kerkhoff. Köhlerboom harus tetap tegak, meski bukan lagi di Masjid Baiturrahman.” “Aku sepakat, setidaknya menjadi pesan bagi mereka yang menganggap Köhlerboom tidak penting.” “Mereka bisa menghancurkan Köhlerboom, tapi tidak sejarah Jenderal Köhler, tidak juga sejarah perjuangan para pahlawan yang terlibat di dalamnya.” “Kalian menganggap kakek moyangku sebagai musuh, bukan pahlawan,” sergah Sofie. “Bagi negerimu, kakek moyangmu pahlawan. Dalam peperangan, pahlawan lahir dari dua kubu berbeda. Seseorang menjadi pahlawan atau pengkhianat tergantung siapa yang menilai dan dari mana mereka menilai.” “Seperti kita berdua, kita adalah pahlawan bagi Köhlerboom meski kita kalah.” “Jadi, mari kita rayakan,” Raja mengangkat gelas sangernya, Sofie pun demikian. Kedua gelas mereka berdenting di udara dan keduanya tertawa. Raja menatap Sofie dalam dan sangat menikmati tawa Sofie yang renyah. “Aku minta maaf, Sofie...” “Tidak perlu minta maaf, ini bukan salahmu.” “Bukan itu, bukan soal Köhlerboom. Ini soal penembakan Jenderal Köhler. Kamu tahu pelakunya siapa?” Sofie mengangguk sambil tersenyum. “Aku sudah membaca sejarahnya. Nama kalian sama, menggunakan nama kakek moyang ternyata bagian dari tradisi kalian. Kupikir kamu adalah reinkarnasi kakek moyangmu.” “Kamu tidak dendam?” “Seharusnya kamu yang dendam karena kakek moyangku tentara pendudukan. Kalian menyebutnya penjajah. Tapi bagiku, mereka berdua pahlawan. Tidak perlu marah kepada sejarah, kita generasi berbeda yang hidup pada zaman berbeda dan menjadi pahlawan dengan cara berbeda, misalnya dengan menyelamatkan sebatang pohon.” Sofie terus berbicara tentang alam dan kepahlawanan. Sambil menatap wajah gadis itu, Raja membayangkan kakek moyangnya dulu mengendap diam-diam dan membidik Jenderal Köhler tepat di dadanya. Kakek moyangnya masih 19 tahun masa itu dan ia seorang _sniper_ yang hebat. Raja sudah lama ingin merasa seorang _sniper_ meski istilah itu kurang cocok karena ia akan harus menembak tepat di hati secara terang-terangan dan saling berhadapan.[] **Lorong Asa, Maret 2019** *** https://mmc.tirto.id/image/otf/500x0/2017/07/03/Kohler--IST-01_ratio-16x9.jpg [](https://mmc.tirto.id/image/otf/500x0/2017/07/03/Kohler--IST-01_ratio-16x9.jpg) *** http://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/baiturrahman-aceh_20151126_160835.jpg [](http://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/baiturrahman-aceh_20151126_160835.jpg) *** <center></center> *** <center>[](https://steemit.com/@ayijufridar)</center>
👍 teukurival, steem100, stmdev, devilsdad, decepticons, moeenali.rhb, anonyvoter, laissez-faire, thebilpcointrain, bilpcoin.pay, zainalbakri, masriadi, mukhtar.juned, halidabahri, bangjuh, agusti, creavoter, neoxvoter, pixelfan, anomaly, muammar, nadyahusna, theupvotebot, project007.rhb, albertjester, kevinwong, ilyasismail, communitycoin, fun2learn, hungrypb, nailyourhome, fadhielshaqieer, bobbylee, midiagam, dodiaceh2, akmalz, suheri, promo-steemrural, doktormuslem, abduhawab, bangmimi, faizarfatria, alaydroes83, pakmanan, team, techken, mjroja, tokepengsiribe, vi1son, suci, kemal13, aimeehariss, vampire-steem, yehey, happyphoenix, cn-marlians, makhzar, cn-zzang, jodipamungkas, simonpang, andrewma, golden.future, my451r, wira8788, misteryusf, helmibireuen, ayijufridar, semestacerita, dilimunanzar,