Belajar Menulis di Dokarim

View this thread on: d.buzz | hive.blog | peakd.com | ecency.com
·@gabrielmiswar·
0.000 HBD
Belajar Menulis di Dokarim
![image](https://img.esteem.ws/ygi63tijek.jpg)

Matematika sosial berbeda dengan matematika murni. Matematika murni 2x2 jelas sama dengan 4. Tapi kalau matematika sosial, 2x2 bisa jadi 8 atau 10. (Fozan Santa _Rektor Sekolah Menulis Dokarim)

Tahun 2006, jelang Pilgub Aceh dan pertama kali di Indonesia dibolehkan kandidat Cagub/Cawagub Aceh lewat jalur non-partai, saya dapat informasi dari Iskandar Norman yang saat itu masih bekerja di Tabloid Modus, bahwa Sekolah Menulis Dokarim di Ulee Kareng buka pendaftaran. 

Saya pun ikut. Topik tulisan syarat diseleksi adalah 'Seandainya Saya Gubernur Aceh'. Saya ikuti syarat tersebut. Setelah ditulis tangan, kemudian diketik. Lalu mengirimkannya via pos (kalau tak salah).

 ![image](https://img.esteem.ws/8bsesvmbgv.jpg)

Suatu petang, surat Pak Rektor saya terima. Saya benar-benar terpesona. Surat Fozan Santa adalah penolakan. Saya tak layak. Saya belum dipilih. Pokoknya itu inti surat tersebut. Akan tetapi, saya merasa mereka bukan menolak saya, tapi mempertimbangkan tidak menerima saya. Saya telpon Fozan Santa.

"Boleh. Silakan ikut. Tapi kami tidak menganggap Anda dalam daftar nama-nama peserta," ujar lelaki asal Gandaputa, Acut (Aceh Utara).

Dengan mengenakan topi sastrawan, jaket tukang parkir warna hijau tua dengan emblem Che Guevara di bahu kiri, saya pun hadir pada pertemuan perdana. Seluruhnya 15 orang. Tambah saya seorang, jadi 16 orang. Di muka sana, Fozan Santa dan Reza Idria memandu kami.

Perlu diketahui, Kamis itu saya masih bertugas sebagai mandor pembersihan rumah musibah tsunami di Kajhu. Saya minta izin setengah hari kerja pada Kepala Mandor karena saya mau ikut Sekolah Menulis Dokarim meski tak diterima.

Pertemuan pertama itu pun diawali trik memperkenalkan diri. Rumusnya gini: Kau tanya aku, aku tanya kau. Nanti kau dan aku saling menceritakan biografi singkat lawan bicara masing-masing.

"Sebenarnya Edi tidak terpilih. Tapi Edi ingin ikut. Kepada Bang Fozan sudah minta izin. Boleh, kata Bang Fozan," ujar lawan bicara saya di hadapan semuanya.

Kau tahu rasa malu? Yang begini, tentu memalukan. Tapi saya bukan tipe konsisten untuk istiqamah dengan rasa malu. Rasa malu saya sama sekali hilang tersapu keinginan menggebu 'menjadi seorang penulis'.

(Bersambung . . .)
👍 , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,