<center><img src="https://steemitimages.com/640x0/https://img.esteem.ws/jcc5adqyso.jpg"></center>

<h3>Nasi Rawon</h3>
<p>“Baiklah, sayang!” kata mas Eko kepadaku.</p>
<p>“Tapi mau makan apa sayang?” aku bertanya kepada mas Eko, sambil kudekatkan wajahku ke telinganya.</p>
<p>“Uhm.....! Entahlah menurutmu enaknya makan apa?” ia bertanya balik kepadaku.</p>
<p>“Hmmm…! Makan nasi rawon kesukaan kita gimana?”</p>
<p>“Ah....! terserah apa maumu sayang.”</p>
<p>Berdua kami melangkah keluar dari bagian depan ruang tunggu tersebut.</p>
<p>Tak lami kami berjalan, terlihat mobil SUV warna merah yang aku gunakan untuk menjemput pujaan hatiku yang terparkir di dekat ruang tunggu kedatangan, segera kugapai tas kecil yang terjuntai di sebelah pinggangku untuk mengambil kunci mobil.</p>
<p>“Nah.. ! Ini dia kunci mobilnya, biar aku yang menyetir ya mas?” kutunjukkan kunci mobil yang tergantung jadi satu dengan remote kepadanya.</p>
<p>“Baiklah, tapi hati-hati ya nyetirnya, pelan-pelan saja asal sampai tujuan”, jawabnya sambil tersenyum.</p>
<center><img src="https://steemitimages.com/640x0/https://img.esteem.ws/90a6q9s4al.jpg"></center>
<br>
<center><sup>Sumber foto :<a href="https://steemit.com/esteem/@calmphoenix/warung-ijo">@happyphoenix</a></sup></center>
<p>Lima belas menit kami berkendara dan terlihat sebuah gang kecil dengan gapura terpampang papan nama yang lumayan megah tertulis Pumpungan Gg Masjid, segera tepikan mobil dan aku parkirkan di dekatnya. </p>
<p>Tidak jauh dari gerbang tersebut ada sebuah warung kecil yang berwarna hijau dan di seberangnya terparkir beberapa motor pelanggan warung itu.</p>
<p>‘’Ayo mas! Cepat masuk nanti keburu ramai,” tanganku melambai mengajak masuk mas Eko ke dalam warung tersebut. </p>
<p>Ternyata tempat tersebut cukup ramai, walaupun begitu masih tersedia tempat duduk untuk kami.  Kami pun memilih untuk duduk di meja yang dekat etalase makanan, berbagai macam lauk pauk terpampang di dalamnya bisa mengundang selera  makan bagi siapa pun yang melihatnya. Mulai dari lauk daging empal, ayam kare, ayam goreng, gule kambing, sayur sop, sayur asem, ikan mujair, perkedel, dan pastinya tahu dan tempe goreng juga ada di dalam etalase tersebut.</p>
<p>Warung Ijo, tempat ini sudah ada sejak tahun 80’an dan sudah menjadi langganan untuk bersantap bagi warga kantoran dan mahasiswa. Tempatnya tidak begitu besar dan letaknya berada di dalam gang kecil.  Disinilah kami sering makan siang bersama sewaktu masih mahasiswa.
“Mbak! Nasi rawon dua , sama es teh dua,” kata mas Eko kepada pelayan yang ada di balik etalase.</p>
<center><img src="https://img.esteem.ws/eedmkaoh37.jpg"></center>
<br>
<center><sup>Sumber foto :<a href="https://steemit.com/esteem/@calmphoenix/warung-ijo">@happyphoenix</a></sup></center>
<p>Pelayan itu mengangguk sambil mengambil piring dan sendok, tangan-tangannya yang cekatan menciduk nasi dan kuah rawon yang ada di sebelahnya. </p>
<p>Tak lama kemudian dia menaruh pesanan kami di atas etalase sambil berteriak, “Nasi rawonnya mas! Es tehnya sebentar lagi ya.”</p>
<p>Mas Eko berdiri untuk mengambil dua piring nasi rawon  yang ada di atas etalase. </p>
<p>“Wuih panas! Sip ini”, selorohnya, sambil menjulurkan tangan kanannya dan memberikan sepiring nasi rawon kepadaku.</p>
<p>“Tehnya Mbak!” tiba-tiba seorang pelayan lain datang dari belakangku dan meletakkan dua gelas es teh manis di meja.</p>
<p>Rasanya tak perlu aku ceritakan panjang lebar aktivitas makan malamku dengan mas Eko yang menyenangkan ini.</p>

<p>Bersambung………….</p>