Menginjak-nginjak Karya Steemian

View this thread on: d.buzz | hive.blog | peakd.com | ecency.com
·@kitablempap·
0.000 HBD
Menginjak-nginjak Karya Steemian
![image](https://img.esteem.ws/two67zcjwd.jpg)
(Sumber foto: suaramerdeka.com)
_________
_________

Saya pikir masih ada banyak celah untuk melemparkan pandangan terkait perkembangan Steemit di Indonesia, terutama terkait dengan karya-karya Steemian yang makin hari makin melimpah ruwah. Lagi pun Steemit masih terbilang "merah".

Ini terlepas dari ada yang senang atau ada yang marah, jika tulisan semacam ini menjadi bentuk hujat dan curah. Ya, mungkin juga akan ada yang bertanya: Apakah supir akun @kitablempap tidak ada bahan lain untuk diposting, selain foto titit kucing dan hal semacam ini? Saya langsung menjawab, bahwa kalian tidak mengerti cara membalap. Ini berat, biar aku saja, Lempap!

Sungguh, menulis semacam ini bikin saya bergairah, apalagi berhasil memancing anda untuk huhah dan hahahah. Itu seperti halnya mengajak anda makan *lincah* (rujak) sampai lobang pantat anda muntah, *meuruwah* (behamburan), dan kemudian setelah dicek, ternyata celana dalam anda juga *beukah* (robek). Saya senang, anda tegang, dan selanjutnya kita heppa happy, ketawa ketiwi sampai rontok gigi.

Okelah, cukup segitu saja mukaddimah, berhubung mata pun sudah memerah, karena sudah lewat *poh dua blah pah* (tengah malam). Adapun yang ingin saya surah kali ini adalah: mengenai apresiasi. Ya, karena soal apresiasi memang kerap menjadi punca masaalah, baik dari awal Steemit diunggah maupun sampai Steemit ini *wabakirah*.

Saya pikir memang ada baiknyalah untuk saya beri sedikit surah, mengingat tidak sedikit orang yang hanya memahami Steemit ini sebagai media Dajjal buta *siblah* (satu), yang tidak bisa melihat konten postingan itu bagus atau sampah, yang penting asal muncul upvote sajalah.

Pikiran semacam itu kalau dipikir-pikir memang lumrah, karena mungkin selama ini banyak orang menganggap bahwa bagus tidaknya sebuah postingan itu terserah. Pokoknya begitu sajalah. Aku-aku pening, kamu-kamu *mumang* (pusing), seperti habis makan buah *birah* (makanan *beureujueuk*). Apalagi kurator, pasti lama-lama dia juga menyerah, dimasukkan Steem-steem power itu ke dalam "babah kah* (mulut kamu), hai tai gajah.

Sekarang bukankah tidak sedikit yang menganggap bahwa orang lain itu haramjaddah, termasuk juga kurator *meutuwah*, hanya karena tidak mengupvote karyanya yang telah diunggah? Maka marilah segera kita buka surah, dari hamba yang fakir lagi rendah, penulis @kitablempap *paleh*.

________

### Apresiasi

Dapat dikatakan bahwa Apresiasi adalah suatu kesadaran yang muncul untuk melakukan proses penghayatan, pengamatan dan penghargaan pada sebuah karya maupun empunya karya (dalam arti pembuat). Sedangkan apresiator adalah orang yang mengapresiasi. Katakanlah dalam masalah ini adalah Steemian sendiri, sebagai orang yang mengamati, memahami, menghayati, dan kemudian menilai sebuah karya yang diposting pada Steemit.

Di Steemit, tidak sedikit orang yang mengapresiasi dengan arti yang dijelaskan di atas. Mereka membaca, mengamati, memahami, menghayati, hingga kemudian memberi penilaian pada karya-karya Steemian lain, baik melalui tombol vote, resteem, hingga komentar untuk menanggapinya. Contohnya ya seperti anda ini. Terimakasih ya Pap?

Namun tidak sedikit pula yang mengkhianati proses apresiasi ini, yaitu dengan hanya membaca judul dan langsung melakukan voting pada itu karya. Biasanya orang-orang seperti itu selain malas, sombong, juga tidak punya banyak waktu untuk membaca, mengamati, memahami, apalagi menghayati sebuah karya. Tidak mengapa. Enjoy saja.

Tapi mungkin agak *meuiek guda* (berkencing kuda) juga, jika mereka yang punya banyak waktu namun tidak mau melalui proses bersahaja itu tadi, dan langsung melakukan upvote pada siapa saja, istilahnya mungkin pura-pura pikun atau gila. Baginya, mungkin semua karya dan para pembuatnya itu sama saja, hanya berbeda judul dan nama, namun yang mereka butuhkan tetap upvote semata.

Lebih *meuiek* tikus lagi mungkin para pembuat karya, yang hanya menghargai para upvoter saja, terlebih terhadap upvoter yang Steem Powernya tinggi belaka. Padahal boleh jadi mereka itu tidak membaca, mengamati, memahami, apalagi menghayati itu karya. Tentu dengan berbagai alasan yang bisa diterima ataupun tidak mungkin saja.

Sekarang bandingkan, dengan orang yang melakukan resteem, menanggapi karya tersebut lewat kolom komentar, serta melakukan upvote walaupun dengan kekuatan kentut semata, bukankah itu sudah cukup sebagai tanda? bahwa artinya mereka telah melalui jalan apresiasi lebih dahulu kala. Jika kita lihat dengan mata hati, sebenarnya merekalah apresiator-apresiator yang nyata, yang jarang kita lihat dan mungkin juga jarang kita rasa.

Mengapa saya anggap ini *meuiek guda dan meuiek tikoh*? Karena dalam petunjuk @kitablempap juga sudah jelas tertulis di sana, bahwa tidak layak sebuah karya yang melempap sekalipun itu diinjak-injak oleh siapa saja, termasuk oleh pembuatnya. Dalam kasus ini, boleh jadi dengan melupakan proses apresiasi dan mengutamakan upvote dan upvoter lempap semata.

Begitu saya pikir dan kira, karena pun menurut saya, Steemit adalah media sosial mulia, yang difungsikan bukan untuk upvoting dan upvoter saja, tapi juga untuk mengapresiasi tanpa menginjak-nginjak sebuah karya.

______
______
Salam Steempap, dari sahabatmu, penulis @kitablempap: Tungang Iskandar.
______
______
👍 , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,